Sepucuk Surat Untuk Pak SBY
Oleh : Wan
Sulistya Putra
Bapak SBY yang kami hormati,
Mungkin Bapak tidak pernah mengenal kami,
tapi
ketahuilah bahwa kami sangat mengenal sosok Bapak.
Mungkin Bapak
tidak pernah melihat kami,
tapi
ketahuilah bahwa kami sangat sering melihat sosok Bapak.
Mungkin beberapa
orang mencaci dan mencela Bapak di depan kami,
tapi
ketahuilah bahwa kami sangat mengagumi sosok Bapak.
Mungkin kami bukan seorang pujangga yang pandai merangkai kata atau pun membahasakan selaksa peristiwa melalui sebuah pena.
Mungkin kami
bukan seorang sastrawan yang bisa mencurahkan ribuan coretan bahasa sebagai
curahan isi dalam kepala.
Mungkin kami
bukan seniman yang mampu menggoreskan tinta pada kanvas sebagai curahan perasaan.
Kami hanya
berusaha berbagi apa yang kami pikirkan, apa yang kami amati, dan
apa yang kami rasakan.
Perpisahan seharusnya menjadi waktu yang mengharukan,
Perpisahan seharusnya menjadi waktu yang mengharukan,
tapi apakah
kami harus ikut terharu?
Perpisahan
seharusnya menjadi waktu yang menyedihkan,
tapi apakah
kami harus ikut sedih?
Bukankah kami
akan menyambut hal yang baru untuk negeri ini?
Bukankah kami
akan menghadapi hari esok yang baru untuk negeri ini?
ahh … tetap
saja,
basa basi ini
terkesan sulit bagi kami.
Di depan
sana,
sudah ada
pengganti Bapak yang telah menjadi pilihan lebih dari separuh rakyat
Indonesia.
ahh … tetap saja,
ahh … tetap saja,
hati kami
tetap saja sulit melepaskan kenangan yang Bapak torehkan pada negeri
ini.
Bapak SBY yang kami hormati,
Semua Rakyat Indonesia tahu pasti,
Bapak SBY yang kami hormati,
Semua Rakyat Indonesia tahu pasti,
Lebih dari
separuh usiamu kau abdikan untuk Ibu Pertiwi.
Semua Rakyat
Indonesia tahu pasti,
Sepuluh tahun
kau mengabdi menjadi pelayan kami yang mengayomi dan melindungi
kami dengan sepenuh hati.
Semua Rakyat Indonesia tahu pasti,
Semua Rakyat Indonesia tahu pasti,
Bahwa loyalitas,
perjuangan dan ketulusanmu tak perlu diragukan lagi.
Semua Rakyat
Indonesia tahu pasti,
Dimanapun, kapanpun
dan dalam keadaan bagaimanapun engkau senantiasa mengabdi dengan
sepenuh hati.
Ini membuat
kami tetap percaya bahwa Bapak masih menjadi yang terbaik bagi negeri
ini.
Bapak SBY yang kami hormati,
Tak sedikit,
Bapak SBY yang kami hormati,
Tak sedikit,
Kulihat beberapa
yang mencacimu.
Kudengar
beberapa menghujatmu.
Aku tahu kau pasti
mendengarkan.
Aku juga tahu
kau pasti merasakan.
Sebagai
seorang manusia biasa aku juga tahu kalau kau pasti memendam kemarahan.
Tapi apa yang
menjadi pilihanmu?
Kau memilih
diam,
Kau memilih
tenang, bersabar dan memendam semuanya.
Walau ku tahu di hatimu yang paling dalam pasti tersimpan amarah, kesedihan bahkan mungkin tangisan yang tak semua orang bisa merasakan apalagi mendengarnya.
Walau ku tahu di hatimu yang paling dalam pasti tersimpan amarah, kesedihan bahkan mungkin tangisan yang tak semua orang bisa merasakan apalagi mendengarnya.
Mungkin di saat
hatimu sedang menangis,
Malaikat seolah
selalu mengingatkanmu,
Membisikan sesuatu
yang dapat menguatkanmu,
“Hei Kamu,
mereka mungkin mencacimu, mereka juga menghujatmu.
Tetapi mereka sangat membutuhkanmu.
Apakah engkau ingin membiarkan mereka kelaparan dan kehausan?
Tetapi mereka sangat membutuhkanmu.
Apakah engkau ingin membiarkan mereka kelaparan dan kehausan?
Apakah engkau
akan membiarkan mereka hidup dalam kemiskinan dan kesusahan?
Mereka membutuhkanmu,
Mereka membutuhkan
ketulusan hatimu untuk terus membuktikan bahwa engkau akan selalu ada
untuk mereka”.
Di saat itulah,
engkau tersadar
Atau mungkin malah
lupa akan kebutuhan pribadimu.
Tak teratur
makan, tak cukup tidur,
tak pernah
memiliki banyak waktu senggang, tak pernah berbagi waktu untuk keluarga,
hanya karena
ingin melihat rakyatmu tertawa dan senang.
Sekali lagi, kami sangat bangga padamu.
Bapak SBY yang kami hormati,
Sekali lagi, kami sangat bangga padamu.
Bapak SBY yang kami hormati,
Maafkan kami jika kami hanya bisa mencaci tanpa memberi bantuan yang berarti.
Maafkan kami jika
kami hanya bisa menghujat tanpa memberi solusi yang tepat.
Maafkan
kami jika kami hanya bisa mengkritik tanpa memberi bantuan walau setitik.
Maafkan kami
jika kami hanya bisa menggunjingkanmu di lesehan kopi tanpa pernah turut
bergerak untuk membangun negeri ini walau sebesar biji padi.
Kami sadar,
bahwa seorang pemimpin tak akan pernah bisa menyenangkan hati
seluruh rakyatnya.
Kami sadar
bahwa Bapak punya keterbatasan seperti halnya manusia biasa.
Kami sadar
bahwa Bapak bukanlah dewa yang bisa mensejahterakan negeri ini
dalam sekejap mata.
Namun sepuluh tahun sudah bapak mengabdi untuk kami,
Namun sepuluh tahun sudah bapak mengabdi untuk kami,
kami
benar-benar melihat negeri ini berubah menjadi lebih baik.
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono,
Terimakasih sudah memimpin Indonesia selama sepuluh tahun ini.
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono,
Terimakasih sudah memimpin Indonesia selama sepuluh tahun ini.
Meskipun
dengan berat hati, kami harus merelakan bapak untuk pergi.
Namun, kami
percaya bahwa bapak akan terus mengabdi pada negeri.
Pengabdian
bapak akan terus menjadi kenangan indah bagi bangsa ini.
Terima kasih atas segala perjuanganmu.
Terima kasih atas segala perjuanganmu.
Selamat purna
tugas Jenderal Besar.
Selamat kembali berkumpul, bercengkerama dengan keluarga.
Semoga Bapak
dan keluarga selalu dalam lindungan Allah SWT.